Jumat, 14 Mei 2010

cerpen teenlit

HADIAH ULANG TAHUNKU

Kuhempaskan tubuhku diatas sofa ruang tamu. Pengapnya udara Metropolis berhasil memeras cairan yang berada dalam tubuhku. Sekali lagi aku menghela napas untuk mengusir rasa yang menggantung didalam pikiran akibat kejadian saat perjalanan pulang dari kampus tadi. Masih teringat jelas wajah bocah kecil yang tergeletak karena terserempet sepeda motor yang tidak bertanggung jawab, kabur dan meninggalkan orang yang telah ditabraknya. Berjuta makian orang yang mengutuk tindakan pengendara itu membuatku ikut ikutan ngomel, karena perjalananku otomatis terhambat apalagi dihadang oleh beberapa orang yang menghentikan mobil yang kubawa untuk mengantarkan korban tabrak lari itu kerumah sakit. Dengan terpaksa aku mengikuti kemauan mereka, aku tak punya pilihan lain apalagi saat melihat sorot mata bocah itu membuat hatiku luluh. Tanpa pikir panjang aku larikan mobil untuk secepatnya mendapatkan bantuan buat anak itu. Sesampainya didepan ruang IRD petugas dengan sigap melakukan pertolongan pada korban kecelakaan. Penderitaanku tak berakhir sampai disitu aku harus menjawab beberapa pertanyaan dari petugas kepolisian tentang kejadian sebenarnya.
"oh my god" mimpi apa aku semalam sampai harus berhadapan dengan kondisi seperti ini, beberapa pertanyaan lanjutan dari pak polisi membuatku semakin menderita karena bocah itu tak punya kerabat sama sekali yang bisa dihubungi, akhirnya akulah yang menjadi jaminan sampai keluarga sang korban ditemukan. ada sedikit penyesalan dalam hatiku mengapa harus aku yang terlibat masalah seperti ini. kuacak rambutku untuk membuang pikiran yang kian kalut.
Kembali kuedarkan pandangan kesekeliling ruang tamu. Peralatan memang tak seberapa, namun tertata begitu rapi dan terawat karena mama memang pecinta seni dan barang barang unik terutama yang berhubungan dengan keramik. Ku nyalakan AC namun tak bisa mengusir perasaan gundah dalam hati. tak seorangpun yang bisa diajak curhat. mama pasti sibuk dengan teman teman arisannya, sedangkan papa jangan ditanya lagi tenggelam dalam pekerjaan yang tak pernah ada kata selesai, pun sama dengan bik Siti pasti sedang ngerumpi dengan pembantu sebelah rumah. Tentang majikannya dan belanja dapur yang kian membumbung tinggi. Uh menyebalkan keadaan seperti ini. Photo yang terpajang diruang tamu menggambarkan sosok keluarga kecil, memang kecil karena aku adalah anak tunggal dikeluarga ini. Segala sesuatunya serba sendiri, bahkan pernah aku merengek meminta adik kecil dari dulu sampai sekarang tak pernah kesampaian. hingga tak terasa aku lebih akrab dengan bik Siti, bik Siti pula yang menjadi tempat menumpahkan segala uneg uneg dalam hatiku dan sekaligus sebagai tempat untukmelampiaskan jika aku lagi punya masalah baik di kampus atau saat aku bete sendirian.
"sudah pulang sayang...?" mama mengecup keningku kemudian menghilang dibalik pintu kamarnya. tinggal aku melongo sendiri, ingin aku ceritakan tentang kejadian siang tadi namun tak sempat, mama sudah keluar lagi dengan pakaian yang berbeda. Aku pikir apa rumah ini hanya dijadikan persinggahan semata. Datang lalu pergi lagi. aku masuk kamar dan mengurung diri dan tenggelam dalam pikiran yang masih kusut.
Malamnya sehabis makan aku mendapatkan panggilan dari kantor polisi. mama dan papa kaget, dikiranya aku mendapatkan masalah atau terlibat tindakan yang nggak benar. Setelah kuberi pengertian, akhirnya mereka terlihat mengerti dan sekaligus bangga, karena sempat sempatnya menolong korban kecelakaan yang sama sekali tak berhubungan denganku.
Sepulang kuliah aku sempatkan kerumah sakit menjenguk Satria nama bocah malang itu. Pertamanya terpaksa, namun para polisi itu yang membuatku terus terlibat dengan permasalahan ini. Tak sedikit pula aku menggerutu, tapi pada siapa? belum lagi harus menanggung biaya pengobatan Satria. Anak yang tak pernah aku kenal sebelumnya. Aku pergi keruang administrasi untukmembahas biaya pengobatan Satria, tapi aku kaget karena seseorang telah membayarkan semuanya, bahkan menjamin sampai Satria sembuh. Aku bertanya pada petugas tersebut tapi orangnya tak pernah tahu. Lalu aku temui Satria di Sal anak anak. Walaupun korban lakalantas, berhubung Satria tergolong anak anak akhirnya dipisahkan dari korban lakalantas lain dan ditempatkan terpisah di sal anak anak.
Tatapan mata Satria membuatku menjadi pingin tahu lebih dekat dengan bocah malang tersebut. Binar mata yang seakan mengucapkan terima kasih membuatku semakin bertambah kuat ingin membantunya. Sedikit demi sedikit tersibak latar belakangnya yang suram. Datang dari keluarga miskin di daerah paling ujung timur pulau jawa, orang tuanya meninggal karena kecelakaan sewaktu berjualan keliling dikota asalnya, Satria terdampar di kota Metropolis ini dengan menumpang kereta api secara gelap. Untuk bertahan hidup, Satria mengamen dari lampu merah satu kelampu merah yang lain, tak jarang tertangkap Kamtib. Setelah keluar dia tetap turun lagi menjual suara diperempatan lampu merah, mengais receh untuk sekadar makan. Seharusnya dia bersekolah dan bermain bersama teman teman sebayanya, namun Tak seorangpun yang bisa menjadi tempatnya bersandar. Hingga akhirnya terjadi kecelakan itu. Diam diam aku menghapus airmata yang menggenang disudut mataku. Tak mampu berpikir jika itu yang menimpa diriku.
Sejak saat itu aku telaten menjenguk Satria, nggak ada lagi yang namanya terpaksa atau apapun. yang ada semacam perasaan terikat dengan bocah malang itu. Hari demi hari aku berusaha membesarkan hati Satria. Mungkin disebabkan aku nggak punya adik di rumah berada disamping Satria membuatku menjadi begitu senang seakan menemukan kebahagian yang selama ini tak pernah hadir. Ditambah dengan sifat Satria yang sedikit kocak membuatku tambah lengket dengan bocah sembilan tahun tersebut.
Hingga akhirnya Satria harus keluar dari rumah sakit dan pihak kepolisian menyerahkan Satria kesebuah panti sosial, ada perasaan sedih dalam hatiku karena harus berpisah dengannya, walaupun baru beberapa minggu rasa kehilangan muncul dalam diriku. aku kembali beraktifitas seperti biasanya dari rumah kekampus dan sebaliknya. Kadang Meity sahabat baikku mengajak keluar dan beberapa kegiatan lainnya, namun semua itu menjadi sesuatu yang hambar. Itu tak luput dari pandangan Meity. Dia berusaha mengorek keterangan dariku. Sampai saat ini aku tak pernah memberitahu kepada sahabatku, aku takut ditertawain seperti yang lainnya, kalau berhubungan dengan orang yang tidak selevel dengan kehidupan mereka. Sementara dirumah setali tiga uang, mama dan papa tak punya sedikitpun untuk aku. aku sadar aku sudah terbilang dewasa untuk bermanja lagi, tapi kesepian sebagai anak tunggal telah menjerat hari hari yang aku jalani selama ini. hanya saja aku masih bisa mengontrol diri untuk tidak larut dalam tindakan bodoh yang bisa merugikan diriku sendiri dan menjaga norma yang telah tertanam sejak kecil.
Sekarang aku duduk di semester tiga disebuah perguruan tinggi bonafid di Metropolis aku belum berkeinginan menjalin hubungan spesial dengan yang namanya makhluk cowok. walaupun tak jarang yang memberikan sinyal suka dan menginginkanku untuk menjadi kekasih salah satu makhluk ganteng dikampus. Seringkali Meity atau yang lainnya berusaha mencomblangi aku dengan kenalan mereka, tapi tak satupun yang membuatku melting. aku sempat dijuluki putri salju. aku tetap happy dengan predikat jomblo yang kusandang
Hari ini ulang tahunku yang ke20. Apalagi bertepatan dengan weekend. Semua teman temanku diundang, mulai dari teman SMP, SMA bahkan teman teman kuliah tanpa terkecuali. Aku ingin merayakan angka keramat bagi seorang gadis sepertiku. Usia yang menandakan kedewasaan, walaupun dalam hati kecilku masih ada sifat yang jauh dari kata dewasa. Namun pertemuan dengan Satria mampu merubah pandangan hidupku selama ini.
Ketika semua sudah berkumpul diruang pesta, aku bersiap siap untuk meniup lilin yang berangka 20. belum sempat aku meniup tiba tiba papa meraih mike yang berada ditangan MC dan mengucapkan
"Untuk putri kami tercinta papa dan mama memberikan hadiah yang teristimewa" Aku berpikir hadiah seperti apa,karena setiap tahun mama dan papa selalu memberikan hadiah kejutan yang bisa membuatku berbahagia. Kalau mobil, aku telah mendapatkan pada saat kelulusan SMA dulu. Aku deg degan menanti kejutan apa lagi yang akan diberikan. Mereka menyuruhku menutup mata. Meity lalu menutup kedua mataku dengan sapu tangan pemberian mama. Rasa tak sabar menguasai untuk melihat kejutan apa yang akan diberikan mama sama papa kali ini. Musik mengalun perlahan semakin mempermainkan perasaanku. Ketika kubuka mataku
"selamat ulang tahun kak Chika" aku begitu surprise, mendapatkan sosok yang selama ini bermain dalam pikiranku. ya Satria menjadi kado terindah yang diberikan oleh mama dan papa, lebih dari apapun yang pernah aku dapatkan sebelumnya. Tanpa sepengetahuanku mama dan papa telah mengatur semua ini. ternyata mereka yang selalu memantau keadaan Satria selama ini. Melalui proses yang panjang mengadopsi Satria, sampai benar benar fight baru mereka menunjukkan padaku disaat yang tepat pada hari ulang tahunku yang kedua puluh.
Tepuk tangan dari teman temanku yang memberikan aplaus membuat airmataku mengalir tanpa bisa kutahan. Satria kupeluk erat seakan tak pernah mau kehilangan lagi. terima kasih tuhan kau berikan hadiah terindah dalam hidupku, hadiah seorang adik yang sekian lama kuimpikan. tak ada lagi bayangan kesepian dirumah ini. Terima kasih mama dan papa, I love forever.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar